Pengertian efek Rumah kaca dan gas – gas Berperan
dalam efek rumah kaca
Gas rumah kaca
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang
ada di atmosfer yang
menyebabkan efek
rumah kaca.
Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat
juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak
adalah uap
air yang
mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai.Karbondioksida adalah gas
terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan
karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang karena
terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah
karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
·
3 Metana
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul
secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca.
Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak
secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim, meningkatnya temperatur
atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan
menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatifyang agak konstan.
Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca;
yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan
jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai
titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai
umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan
gas-gas rumah kaca seperti CO2[1]. Perubahan dalam jumlah
uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya
awan.
Manusia telah meningkatkan jumlah
karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu
untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama,
jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat
perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya
mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan
karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu
juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida
telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar,
pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm.
Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan
meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelumrevolusi industri.
Metana yang merupakan komponen
utama gas
alam juga
termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap
panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan
selama produksi dan transportasi batu bara,gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan
dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill),
bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari
pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah
metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas
yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan
oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar
dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila
dibandingkan masa pre-industri.
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari
berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari
peleburan alumunium.Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk
selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture),
dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang
masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media
pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi
lapisan ozon (lapisan yang
melindungi Bumi dari radiasiultraviolet). Selama masa abad
ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk
mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang
Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai
makin sedikit dilepas ke udara.
Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan
tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru
yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur
pentafluorida.
Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun
masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh
lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat
ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
·
Hart, John. "Global Warming." Microsoft®
Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Dampak efek rumah kaca terhadap lingkungan dan
perekonomian
Pemanasan global
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Anomali suhu permukaan
rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada suhu
rata-rata dari 1940 sampai 1980.
Pemanasan global (Inggris: global warming)
adalah suatu proses meningkatnyasuhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi
telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental
Panel on Climate Change(IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian
besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini
telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju
dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh
projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka
perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas
iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus
berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca
telah stabil.[1] Ini mencerminkan
besarnya kapasitas
kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan
jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan
global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai
jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para
ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada
masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi
tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini
masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada,
tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih
lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada.
Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol
Kyoto,
yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Daftar isi
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi
berasal dari Matahari. Sebagian besar energi
tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba
permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi.
Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang
ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi
akibat menumpuknya jumlahgas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas
dalam rumah
kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh
segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi
sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi
sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika
tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Anasir penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh
adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan
akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada
awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena
uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan
menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan
konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik
ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini
hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia
yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi
objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan
kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan
sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik
uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global
meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan
cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap
lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan
CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme
lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga
akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga
akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat
nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan
penyerap karbon yang rendah.[5]
Variasi Matahari selama
30 tahun terakhir.
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa
variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan,
dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskanstratosfer sebaliknya efek
rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah
paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan
terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini.
(Penipisan lapisan
ozon juga
dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi
mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan
aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa
pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang
menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata
global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh
Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik
dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11]Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada
dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan
dari Amerika
Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa
mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari
Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi
peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama
30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan
global.[12][13]Sebuah penelitian oleh
Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan
global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari
output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]
Hasil pengukuran
konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan
bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat
meningkatkan suhu rata-rata global.Hipotesis ini dikonfirmasi
tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global
yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak
gunung Mauna
Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi
peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi
dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca
di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga
bahwa iklim global semakin
menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu
terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi
lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang
menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir
1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data
statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya,
terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan
dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga
panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data
diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan),
serta dari satelit. Data-data ini
memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan
planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa
kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat
pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus
tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi
setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun
2001, Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa
suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit)
sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh
aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa
meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100,
iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah
dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama
seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat,
para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat
hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era
industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang
sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang
sangat besar.
Perhitungan pemanasan
global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan
scenario SRES A2, yang
mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan
global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar
dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa
penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini
memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih
hangat.[16] Walaupun digunakan
asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan,sensitivitas iklimnya masih akan berada
pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian
terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan
pemanasan sekitar1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim
juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi
saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi
model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan
yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus
tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[17] Model-model ini
tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910
hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi;
mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi
gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika
menghitung iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas
rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on
Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan,
model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya
menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti
(untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan
200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa
umpan balik positif.[18][19][20]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu
sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan
saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini.[21] Saat ini juga
terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim
mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.
Para ilmuwan menggunakan model komputer
dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan
global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa
prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air
laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar
dan kesehatan manusia.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama
pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu
pada musim
dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu
yakin apakahkelembapan tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap
airmerupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya
akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan
tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak,
sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimanahal ini akan menurunkan
proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi
akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]. Badai akan
menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan
bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane)
yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin
mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
Perubahan tinggi
rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara
geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak
volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 –
25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan
menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen
daerah Bangladesh, dan banyak
pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit
pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat
air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana
yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut
akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga
akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun.
Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang
hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini
sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin
akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa
tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian Afrika mungkin tidak dapat
tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung
yang jauh dapat menderita jika snowpack(kumpulan salju) musim
dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak
bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan
serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup
yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah
dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke
arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya,
mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi
terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan
ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh
kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies
yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan
munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul
kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang
ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara
dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana
alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul
penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis,
penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran
penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya
ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies
vektor penyakit (eq Aedes aegypti), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih
resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut.
Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah
akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini.
hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang /
kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh
pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan
vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas
pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan
paru kronis, dan lain-lain.
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan
dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah
suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi
tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang
keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti
yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen
bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan
fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa
daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan
global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara
prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada
iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada
pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada
tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh
dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer
terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya
pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad
disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan
partikulat-partikulat, terutamasulfat, ke atmosfer. Partikulat
ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian
sinar Matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya
mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang
menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang
ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar
oleh lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki
cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic
and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru
tentang suhu air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50
tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan
pemanasan: suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius
(0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit
perubahan tetapi cukup berarti.[22]
Pertanyaan ketiga masih membingungkan.
Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi
model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan
pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan
Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of
Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan
Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih
rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat
sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang
diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa
depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil
melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa
depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan
berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang
untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu
populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara,
seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap
menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari
selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah
sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat
semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas
ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat
lain. Cara ini disebut carbon sequestration(menghilangkan karbon).
Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan
karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida
yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon
dalam kayunya. Di seluruh dunia,
tingkat perambahan hutan telah mencapai
level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit
sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang
lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah
untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan
secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke
sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan
(lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa
dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak,
lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah
satuanjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, dimana karbon dioksida
yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan
diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali
ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon
dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil
mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18.
Pada saat itu, batubara menjadi sumber
energi dominan untuk kemudian digantikan olehminyak bumi pada pertengahan
abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai
sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya
secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke
udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan
dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian,
penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi
pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial
karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas
karbon dioksida sama sekali.
Kerjasama internasional diperlukan untuk
mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar
untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud
ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan
persetujuan yang lebih kuat yang dikenal denganProtokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum
diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang
persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong
emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini
harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri
untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi
hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan
perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa
122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk
berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru
terpilih, George
W. Bush mengumumkan
bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang
sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara
berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini.
Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apabila negara-negara industri yang
bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun
1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun
2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi
perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto
terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan
sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara
berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari
emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang
sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama
dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini
mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto
dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.
Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya
sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan
dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan
proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan
lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam
polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti
sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis
besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam
polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon
dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari
penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan
isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang
wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.
Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang
memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan
menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini
disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara
yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit
polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia,
merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada
tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat
tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di
bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke
negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.
] Referensi[sunting | sunting sumber]
1.
^ a b c d "Summary for
Policymakers" (PDF). Climate
Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.Intergovernmental Panel
on Climate Change. 05-02-2007. Diakses
02-02-2007.
3.
^ a b Soden, Brian J.; Held, Isacc M.
(01-11-2005). "An
Assessment of Climate Feedbacks in Coupled Ocean-Atmosphere Models" (PDF). Journal of Climate 19 (14): 3354-3360. Diakses
21-04-2007. "Interestingly, the true feedback is consistently weaker than
the constant relative humidity value, implying a small but robust reduction in
relative humidity in all models on average" "clouds appear to provide
a positive feedback in all models"
4.
^ Stocker, Thomas F.; et al. (20-01-2001). "7.5.2 Sea
Ice".Climate Change
2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.Intergovernmental Panel
on Climate Change. Diakses 11-02-2007.
5.
^ Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W.
Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare, J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F.
Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K.
Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007) "Revisiting carbon
flux through the ocean's twilight zone." Science 316: 567-570.
6.
^ Marsh, Nigel; Henrik, Svensmark
(November 2000). "Cosmic
Rays, Clouds, and Climate" (PDF). Space
Science Reviews94 (1-2): 215–230. doi:10.1023/A:1026723423896. Diakses 17-04-2007.
7.
^ "Climate
Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis (Fig. 2.12)". 2001. Diakses 08-05-2007.
8.
^ Hegerl, Gabriele C.; et
al. (07-05-2007). "Understanding
and Attributing Climate Change" (PDF). Climate
Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel
on Climate Change. hlm. 690.
Diakses 20-05-2007. "Recent estimates (Figure 9.9) indicate a relatively
small combined effect of natural forcings on the global mean temperature
evolution of the seconds half of the 20th century, with a small net cooling
from the combined effects of solar and volcanic forcings"
9.
^ Ammann, Caspar; et al. (06-04-2007). "Solar influence
on climate during the past millennium: Results from ransient simulations with
the NCAR Climate Simulation Model".Proceedings of the National Academy of Sciences of the
United States of America 104 (10): 3713–3718.
"However, because of a lack of interactive ozone, the model cannot fully
simulate features discussed in (44)." "While the NH temperatures of
the high-scaled experiment are often colder than the lower bound from proxy
data, the modeled decadal-scale NH surface temperature for the medium-scaled
case falls within the uncertainty range of the available temperature
reconstructions. The medium-scaled simulation also broadly reproduces the main
features seen in the proxy records." "Without anthropogenic forcing,
the 20th century warming is small. The simulations with only natural forcing components
included yield an early 20th century peak warming of ≈0.2 °C (≈1950 AD),
which is reduced to about half by the end of the century because of increased
volcanism."
10.
^ Scafetta, Nicola; West, Bruce J.
(09-03-2006)."Phenomenological
solar contribution to the 1900-2000 global surface warming" (PDF). Geophysical
Research Letters 33(5). doi:10.1029/2005GL025539. L05708. Diakses 08-05-2007.
11.
^ Stott, Peter A.; et al. (03-12-2003). "Do
Models Underestimate the Solar Contribution to Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24): 4079–4093. doi:10.1175/1520-0442(2003)016%3C4079:DMUTSC%3E2.0.CO;2. Diakses 16-04-2007.
12.
^ Foukal, Peter; et al. (14-09-2006). "Variations
in solar luminosity and their effect on the Earth's climate.". Nature. Diakses 16-04-2007.
13.
^ "Changes
in Solar Brightness Too Weak to Explain Global Warming". National
Center for Atmospheric Research. 14-09-2006. Diakses 13-07-2007.
14.
^ Lockwood, Mike; Claus Fröhlich. "Recent
oppositely directed trends in solar climate forcings and the global mean
surface air temperature". Proceedings of the Royal Society A.doi:10.1098/rspa.2007.1880. Diakses 21-07-2007. "Our results show
that the observed rapid rise in global mean temperatures seen after 1985 cannot
be ascribed to solar variability, whichever of the mechanisms is invoked and no
matter how much the solar variation is amplified."
16.
^ Hansen, James (2000). "Climatic
Change: Understanding Global Warming". One World: The Health & Survival of the Human
Species in the 21st Century. Health Press. Diakses 2007-08-18.
17.
^ "Summary for
Policymakers". Climate
Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel
on Climate Change. 20-01-2001]].
Diakses 28-04-2007.
18.
^ Torn, Margaret; Harte, John
(26-05-2006). "Missing
feedbacks, asymmetric uncertainties, and the underestimation of future
warming". Geophysical
Research Letters 33 (10).
L10703. Diakses 04-03-2007.
19.
^ Harte, John; et al. (30-10-2006). "Shifts
in plant dominance control carbon-cycle responses to experimental warming and
widespread drought". Environmental
Research Letters 1 (1). 014001. Diakses 02-05-2007.
20.
^ Scheffer, Marten; et al. (26-05-2006]]). "Positive
feedback between global warming and atmospheric CO2 concentration inferred from
past climate change.". Geophysical
Research Letters 33. doi:10.1029/2005gl025044. Diakses 04-05-2007.
21.
^ Stocker, Thomas F.; et al. (20-01-2001). "7.2.2 Cloud
Processes and Feedbacks". Climate Change 2001: The Scientific Basis.
Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel
on Climate Change. Diakses 04-03-2007.
22.
^ a b Hart, John. "Global Warming."
Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Dampak program mobil murah terhadap efek rumah kaca
Peneliti
Kemhub Tawarkan Solusi untuk Mobil Murah

Menuai Kontroversi,
Mobil Murah Laris Manis (sumber: BeritaSatu TV)
Jakarta - Peneliti Transportasi Jalan di Badan
Litbang Perhubungan Kementerian Perhubungan Nunuj Nurdjanah menilai, kehadiran
mobil murah memberikan dampak positif sekaligus negatif.
"Terlepas dari
pro dan kontra dari berbagai pihak mengenai program mobil LCGC, kita perlu
melihatnya dari dua sisi yang mungkin timbul yaitu dampak positif dan
negatifnya," ujarnya dalam kajiannya yang diterima wartawan di Jakarta,
Selasa (24/9).
Dijelaskan, dampak
positif mobil murah itu yang mungkin adalah penghasilan pajak negara dari
otomotif akan bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan
punya mobil baru dengan harga terjangkau, sebagian pengguna sepeda motor
mungkin akan berpindah pada mobil murah, mencegah masuknya mobil murah dari
luar negeri seperti dari Thailand yang sudah terlebih dahulu memproduksi mobil
murah.
Dampak negatifnya,
kata dia, yang bisa timbul adalah meningkatnya kepemilikan mobil pribadi yang
tentunya juga akan meningkatkan penggunaan mobil pribadi di jalan. Hal itu
berakibat pada meningkatnya kepadatan lalu lintas, meningkatnya konsumsi BBM,
peminat angkutan umum akan semakin berkurang, dominasi angkutan pribadi pada angkutan
Lebaran akan semakin meningkat.
"Bergulirnya
program mobil murah ini dampaknya berantai, dan perlu upaya keras instansi
terkait untuk meminimalisasi dampak negatif tersebut," tuturnya.
Dikatakan, Kementerian
terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan instansi pemerintah yang
terkena imbasnya harus berupaya keras menanggulangi dampak negatif yang timbul
dari program mobil murah ini.
Instansi lainnya yang
harus bekerja keras untuk menanggulangi dampak negatifnya adalah pemerintah
daerah khususnya di kota-kota besar.
Walaupun ada wacana kalau mobil murah ini akan didistribusikan ke luar daerah, namun karena desain mobil murah ini adalah city car, akan kurang laku. Sebab, apabila didistribusikan ke luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya, kondisi medan di sana jalannya kurang memadai dan sulit untuk mobil jenis city car.
Walaupun ada wacana kalau mobil murah ini akan didistribusikan ke luar daerah, namun karena desain mobil murah ini adalah city car, akan kurang laku. Sebab, apabila didistribusikan ke luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya, kondisi medan di sana jalannya kurang memadai dan sulit untuk mobil jenis city car.
Upaya yang perlu
dilakukan dalam menanggulangi meningkatnya kepemilikan mobil pribadi adalah
dengan mengurangi penggunaannya di jalan dalam artian masyarakat memang tidak
bisa dilarang untuk membeli atau memiliki mobil pribadi baik mobil mahal maupun
mobil murah, namun sebisa mungkin dilakukan upaya menghambat agar masyarakat enggan
menggunakannya di jalan terutama pada hari kerja yang biasanya kondisi jalan
cukup padat.
Upaya tersebut antara
lain menerapkan ERP, menaikkan tarif parkir, tidak diperbolehkan parkir pinggir
jalan, menerapkan aturan jalan khusus yang hanya boleh dilalui angkutan umum.
Selain itu, menerapkan aturan nomor ganjil genap, dan yang paling penting adalah membangun transportasi publik yang murah, cepat, aman, dan nyaman.Termasuk menghimpun peran penegak hukum di lapangan agar komitmen dan konsisten memberi sanksi dan efek jera terhadap para pelanggar.
Selain itu, menerapkan aturan nomor ganjil genap, dan yang paling penting adalah membangun transportasi publik yang murah, cepat, aman, dan nyaman.Termasuk menghimpun peran penegak hukum di lapangan agar komitmen dan konsisten memberi sanksi dan efek jera terhadap para pelanggar.
"Intinya adalah
menghambat penggunaan mobil pribadi, dan mengistimewakan penggunaan angkutan
umum, di mana masyarakat terpaksa naik angkutan umum karena pertimbangan biaya
yang lebih murah dan juga tingkat kesulitan yang lebih rendah," tuturnya.
Selain itu.tambah dia,
perlu adanya pembatasan permintaan dan pemasaran mobil murah ini khususnya di
kota-kota besar dengan sistem kuota jangan menggunakan tanpa pembatasan.
Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan membatasi penjualannya.
Berbagai upaya yang
dilakukan tentunya memerlukan empat aspek penting yaitu koordinasi, sinergi,
komitmen, dan konsisten dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta
instansi terkait lainnya. Sebab, tanpa keempat aspek tersebut semua upaya tak
akan berhasil atau sia-sia belaka.
Penulis: Y-4/YS
Sumber refrensi :PR
Usaha – usaha untuk
menanggulangi efek rumah kaca
Cara Mengatasi Global
Warming
Cara
Mengatasi Global Warming
Global Warming, atau Pemanasan
Global, adalah fenomena di mana suhu bumi secara bertahap memanas hingga
mencapai titik yang mengganggu keseimbangan global. Penyebab utama dari
Global Warming adalah Meningkatnya Karbon dioksida yang dihasilkan antara lain
oleh mesin pabrik dan kendaraan bermotor. Sedangkan hutan dan
pohon-pohon yang dapat menyerap karbon dioksida terus berkurang oleh penebangan
hutan.
Global Warming menyebabkan pergeseran cuaca. Hal ini
mengubah pola cuaca di seluruh dunia, menyebabkan kekeringan di beberapa daerah
sedangkan banjir pada tempat yang lain. Global warming menyebabkan
es di kutub mencair lebih cepat. Hal ini bisa membanjiri garis pantai dunia dan
menurunkan salinitas lautan.Hal Ini bisa mengganggu arus laut yang mengatur
suhu di seluruh dunia, yang menyebabkan perubahan drastis pada iklim setempat.
Tentunya kita tidak ingin masalah ini bertambah parah.
Setiap orang dapat membantu mengurangi pemanasan global.Perubahan terkecil yang
Anda buat dalam hidup Anda dapat membantu secara signifikan dalam mencari
solusi untuk masalah serius ini. Berikut beberapa hal yang dapat di lakukan
untuk mencegah dan mengurangi efek Global Warming:
1. Kurangi Konsumsi energi
Karbon dioksida banyak dihasilkan dari jutaan rumah di seluruh
dunia.Dengan demikian, mengurangi konsumsi energi pribadi dapat mengurangi
emisi karbon dioksida.Mematikan lampu jika tidak digunakan, pembelian peralatan
dan bola lampu yang hemat energy adalah cara-cara sederhana untuk mengurangi
konsumsi energi.Matikan peralatan Elektronik jika tidak digunakan
seperti: Televisi, dan lain-lain.
2. Gunakan
Energi Alternatif
Menggunakan sumber
energi alternatif adalah cara lain untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di
udara. Tenaga surya dan tenaga air serta nuklir, angin dan energi panas bumi
memang mahal pada awalnya tetapi dapat hemat dalam jangka panjang karena
lebih efisien. Juga bentuknya jauh
lebih bersih.
3. Penanaman Pohon
Penanaman pohon adalah cara yang baik untuk mengurangi emisi
karbon dioksida. Pohon menyerap karbon dioksida dari atmosfer serta
menghasilkan lingkungan yang kaya oksigen. Makan makanan vegetarian juga
akan membantu mengurangi pemanasan global.
4. Peningkatan Penggunaan Transportasi Umum
Sebagian besar emisi CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar
minyak. Hal ini berlaku di seluruh dunia di mana mobil merupakan sumber
utama transportasi bagi sebagian besar bangsa. Dengan membangun lebih baik
sistem transportasi umum dan penggunaanya, dan mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi, kita dapat sangat mengurangi emisi gas.
5.Lakukan3R (Reduce,Reuse,Recycle) di Rumah
Salah satu solusi terbesar untuk menghentikan pemanasan global adalah perubahan cara kita berpikir. Dengan mengurangi (Reduce) penggunaan energi kita di rumah, di jalan, dan di tempat kerja kita dapat mengurangi jumlah bahan bakar dan sumber daya alam dikonsumsi setiap tahun
Salah satu solusi terbesar untuk menghentikan pemanasan global adalah perubahan cara kita berpikir. Dengan mengurangi (Reduce) penggunaan energi kita di rumah, di jalan, dan di tempat kerja kita dapat mengurangi jumlah bahan bakar dan sumber daya alam dikonsumsi setiap tahun
Dengan daur ulang (Recycle), kita dapat mengurangi dampak ke
tempat pembuangan sampah dan menurunkan konsumsi energi dan limbah.Dengan
mengambil langkah-langkah sederhana setiap hari Anda dapat sangat mengurangi
jejak global Anda.Misalnya, matikan AC ketika Anda meninggalkan rumah untuk
hari itu.Beli
produk lokal, dan mengurangi bahan bakar yang digunakan membuat makanan. Juga,
pastikan untuk bergabung dengan program daur ulang lokal Anda, dan mendaur
ulang semua, kaca produk plastik, aluminium, dan kertas.
NAMA : YANGGI SATRIA NURMAN
NPM : 49213391
1DA01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar